SMOKE FREE

Jumat, 10 Desember 2010

MELAWAN !!!

Iwan Fals (tak perlu dijelaskan siapa dia kan ?) pernah berkata dalam sebuah lagunya,  

"Cepatlah besar matahariku, menangis yang keras jangan lah ragu. 
Tonjok lah congkaknya dunia, buah hatiku. Doa kami di nadimu !"

Dari sekian panjang lirik di lagu berjudul Galang Rambu Anarki (nama ini pun tak perlu dijelaskan siapa kan ?), tiga kalimat di atas setidaknya bisa menjadi nafas lagu itu secara keseluruhan.

Sama sekali tidak ada yang salah dalam rentetan kalimat itu, jadi bukan karena itu tulisan ini tertumpah juga. Justru kepadatan maksud yang tersirat maupun tersurat dari bait demi bait di lagu itu, yang membuat saya "terperanjat". Terperanjat, karena ternyata harapan kita sebagai orang tua yang begitu melimpah ruah pada anak-anak kita, bisa diutarakan dengan sedemikian singkatnya. Terwakilkan dengan sempurna, nyaris tanpa cela.

Dunia memang congkak.

Kemunafikan, penindasan, keangkuhan, materialistis, jadi warna dunia yang makin lama makin membusuk. Dan masa ketika anak kita mulai beranjak menemui dunia nyata, tak ayal adalah masa ketika dunia ini makin membusuk, jauh lebih busuk dari dunia yang kita jalani sekarang ini.

Tergerus, terjerumus, hanyut, dan lalu terpuruk oleh pergerakan jaman, jelas bukan jadi pilihan yang ingin kita sodorkan pada anak-anak kita. Dan berdiam diri, tentunya bukan sikap yang bisa pula jadi pilihan.

Melawan !!!

Melawan lah dengan segala yang kau punya !

Dunia dan segenap isinya boleh makin membusuk, tapi tidak dengan anak-anak kita.




*Inspired by: Galang Rambu Anarki, a song by Iwan Fals

Bayu Adhiwarsono©

Kamis, 09 Desember 2010

MERASA KAYA KARENA MISKIN

*la·cur a 1 malang; celaka; sial; 2 buruk laku;
         me·la·cur v berbuat lacur; menjual diri (sbg tunasusila atau pelacur);
         me·la·cur·kan v membuat jadi pelacur: ~ diri, menjual diri;
         pe·la·cur n perempuan yg melacur; wanita tunasusila; sundal;
         pe·la·cur·an n perihal menjual diri sbg pelacur; persundalan;
         ~ ilmiah penyelewengan yg terdapat pd dunia ilmu pengetahuan;
         ~ keagamaan persetubuhan yg dilakukan dl rangka upacara ritual yg keramat

*sun·dal 1 a buruk kelakuan (tt perempuan); lacur; jalang; 2 n perempuan jalang; pelacur;
               ber·sun·dal v menyundal
               me·nyun·dal v menjadi sundal (pelacur dsb);
               per·sun·dal·an n perihal bersundal (menyundal); pelacuran


Itulah arti dua kata dasar di atas, yang saya temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Satu benang merah yang saya temukan dari keduanya, adalah "menjual diri". Tidak ada keterangan tambahan, apa yang sebetulnya disebut sebagai "menjual diri" dalam pengertian sundal dan lacur di atas.

Lalu apa bedanya, antara para pelacur (bahasa populernya wanita tuna susila atau pekerja seks komersil), dengan para (sebagian ?) jahanam yang melacurkan diri di dalam gedung parlemen atau bahkan istana negara ? Lalu apa bedanya pula mereka, dengan para perempuan atau lelaki yang memilih bertahan dengan pasangannya, karena alasan materi (baik sebagai satu-satunya alasan, maupun alasan sampingan) ?

Yang pasti, persamaan diantara mereka adalah sama-sama membiarkan diri mereka diperbudak oleh materi. Alias INGIN KAYA ?

Padahal, bukankah lebih baik merasa kaya karena miskin, daripada merasa kaya karena kaya atau bahkan merasa miskin karena kaya ?  

The world is never enough anyway.





*Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia

Bayu Adhiwarsono©

Minggu, 19 September 2010

KAU, MEMBUSUKLAH !

pernah aku mempertanyakan mana musuh yang harus kusudahi nafasnya ?
pernah kau lihat aku ragu mengambil langkah seperti titahmu ?
atau pernah kau dengar aku kembali tanpa potongan telinga yang kukuliti ?

lalu
kemarin kau bilang aku tak ikut berperang
seperti kau
seperti para jenderalmu yang lantang berteriak dari balik meja
seperti meriam yang gegap gempita melelehkan baja
seperti petir yang tanpa kau komando menyambar tenda-tenda musuh

lalu
kemarin kau palingkan muka
menjauhkan sapa
dan membakar tanda pangkatku
di belakang punggung hina ku

salah bila
aku mengutukmu hingga terhancurkan masa
dan tenggelam di tengah buih ludahmu sendiri ?

dan ketika hari suci mu tiba,
ku harap kau masih layak disucikan
hingga tak basi lalu terbuang


jakarta, sembilanbelas kesembilan di duaribusepuluh, 22.05


Bayu Adhiwarsono©

Sabtu, 18 September 2010

TERIMA KASIH, TUAN !

kau boleh berkata semaumu,
berteriak sesukamu,
menghantam sekeras mungkin,
memaki selantang apa pun,
lalu pergi

kau boleh menginjak,
meludah,
menghinakan,
lalu pergi

tapi tolong ku pinjam telingamu,
bukan untuk mendengarku bicara karena itu tak guna

dengarkan saja tepuk tangan gegap gempita
juga siulan nyaring
semuanya bukan untuk mengejek Tuan

itu tanda kagum kami,
betapa manusia sepertimu masih layak disebut manusia

terima kasih


 jakarta, delapanbelas kesembilan di duaribusepuluh, 21.09

Bayu Adhiwarsono©

APA PEDULIMU ?

di persimpangan tadi aku menemukan pembakaran dan penusukan
bukan pembakaran kitab suci
atau penusukan insan religi

pembakaran dan penusukan yang tertinggal jaman, pikirku
mungkin karena sang pelaku tak pernah menonton televisi,
atau terlalu miskin untuk membeli satu

mungkin juga karena ia tak kenal lembaran tabloid
selain sebagai penawar lapar dan dahaga
dijual kilo demi kilo

dan aku,
demi kekurangajaran bertajuk peduli
memaksakan lidah untuk bertanya
bukan siapa dan mengapa,
pelaku dan alasan pembakaran juga penusukan
hanya, "apa yang kau bakar dan kau tusuk?"

tapi mulutnya terkatup rapat,
mungkin karena dahaga dan lapar
yang belum terpuaskan

hanya matanya yang menjawab,
setidaknya itu yang mampu kuartikan sendiri
"apa pedulimu, selama bukan kau yang aku bakar dan tusuk ?"


jakarta, delapanbelas kesembilan di duaribusepuluh, 20.50


Bayu Adhiwarsono©

BUKAN BERLARI

Berpikir ulang,
Berhitung ulang,
Dan mulai melangkah pelan
Seperti orang kebanyakan

Bukan berlari.

Itu setidaknya persembahanku
Sejak kini

Tak perlu tepuk tanganmu,
Seperti juga tak perlu
Aku berlari
Atau bahkan anggukan
Tanda paham

Kau
Seperti juga para putra mahkota lainnya

Lalu aku
Tak perlu seperti kau

Melangkah pelan,
Bukan berlari.

Terima kasih.

Karena kau,
Aku bisa kembali
Menangis.


bekasi, delapanbelas kesembilan di duaribusepuluh, 01.18

Bayu Adhiwarsono©

Jumat, 03 September 2010

JANGAN GANGGU DARKO ?


3 tahun berlalu, sejak saya menulis soal JANGAN GANGGU IURIE !!!. Kala itu, slogan “from zero to hero” seakan berbalik 180° menjadi “from hero to zero”, bagi sang pria asal Moldova, Arcan Iurie. 

3 tahun berlalu, sejak Iurie dipuji lalu mendadak dicaci. Tapi mimpi saya dan mungkin puluhan ribu hingga ratusan ribu bobotoh, untuk kembalinya kejayaan PERSIB, sudah jauh lebih lama berlangsung. Mimpi indah, berubah menjadi mimpi buruk, kembali indah, dan lagi menjadi buruk. Terus berulang dan berulang.

Jengah, bosan, marah, putus asa, memang berkecamuk. Hanya kecintaan sejati pada Pasukan Biru, yang lagi-lagi mampu meredam segala gundah, dan kembali saya diselimuti harapan, perasaan yang begitu menjadi gejolak khas awal musim.

Jelang musim kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2010-2011, Daniel Darko Janackovic ditunjuk menjadi penguasa kursi panas pelatih Persib. Sudah pasti, banyak tanya, keraguan, bahkan ketidaksetujuan atas penunjukan pria yang akrab dijuluki DDJ ini. Sebelumnya, bobotoh sempat mendapat angin segar ketika Rahmad Darmawan digosipkan bakal segera berlabuh. Tapi layaknya rumor yang beredar setiap jelang awal liga bergulir, tahun ini kembali harapan untuk mendatangkan pelatih karismatik ini harus menguap begitu saja. Ada juga nama Jackson F Tiago, yang sempat menjulang bersama Persebaya dan Persipura. Tapi seperti halnya RD, rumor berlabuhnya pelatih murah senyum dan terbiasa menyelipkan tusuk gigi di bibirnya itu ternyata hanya isapan jempol belaka. 

Kini DDJ lah yang “berkuasa”. Dan semua mata bobotoh seakan terbelalak sekaligus bertanya, “Saha Darko teh ?”. Belum juga pertanyaan itu sepenuhnya terjawab, saat itu pun tiba, saat memalukan !!!

Liga memang belum bergulir. Tapi Persib sudah mencatatkan hasil MEMALUKAN, ketika dipecundangin Sriwijaya FC di ajang pra-musim Inter Island Cup (IIC). Tak tanggung-tanggung, setengah lusin gol, bersarang di gawang Maung Bandung, yanng malam itu seakan kehilangan semua taringnya.

Suara-suara sumbang pun kembali terdengar. Cacian yang 3 tahun ditujukan untuk Arcan Iurie, kini kembali terdengar. Mulai dari bobotoh yang menjuluki dirinya “bobotoh garis keras” hingga “bobotoh sejati”. Makian terdengar dimana-mana, tapi nada sabar juga terdengar tak kalah lantang. 

Ya, hasil kalah 0-6 dari Sriwijaya FC di IIC memang memalukan.

Tapi pantaskah kita berteriak “PECAT DARKO !!!”, kala laga sesungguhnya belum bergulir ?

Pantas pulakah kita membela dengan berteriak tak kalah lantang “JANGAN GANGGU DARKO !!!”, ketika di partai pemanasan saja, hasil yang begitu buruk dan memalukan itu terpampang di depan mata kita ?

Semoga kearifan, menjadi pagar kita semua. PERSIB NU AING !!!

jakarta, tiga kedelapan di duaribusepuluh, 21.55


Bayu Adhiwarsono©

Kamis, 26 Agustus 2010

BUKAN TENTANG AKU

seorang teman berkata pagi ini,
"aku tak mau jadi satir hari ini..."
tapi aku tak tahu apa sebutan untuk guratan dahi
yang membekas kala kami kembali bersua senja tadi

dan mendadak semua bukan lagi soal
aku


jakarta, duapuluhenam kedelapan di duaribusepuluh, 18.00


Bayu Adhiwarsono©

Selasa, 17 Agustus 2010

DUA MALAIKAT

dua malaikat itu kini tertidur setelah hari yang panjang
melintasi jutaan langgar dan gereja
menjejaki langkah-langkah yang tak pernah terhitung
dari dan menuju kota lainnya

dari nafasnya kucium kelelahan sangat
sementara peluh perlahan menandakan kegelisahan,
membasahi tanpa permisi

dua malaikat itu lelap
membiarkanku menuliskan setiap kisah tentangnya
kata demi kata melawan kantuk
dalam sebuah ode kerinduan

bekasi, enambelas kedelapan di duaribusepuluh, 02.48



Bayu Adhiwarsono©

AKU MENEMUKAN SURGA

aku menemukan surga

ketika malam begitu senyap
yang dipecahkan tanda sahur
menandai setiap lelap setiap mimpi
di penghujung malam yang nyaris usai

aku menemukan surga

bukan diantara sahutan suci langgar
ataupun rintihan hewan malam yang
diselimuti dingin sisa hujan

aku menemukan surga

di tatapan ku akan lelap mu
dalam suara igaumu yang sesekali menyelinap
dan di pelukanmu nan melenakan

bekasi, enambelas kedelapan di suaribusepuluh, 02.38


Bayu Adhiwarsono©

Selasa, 27 Juli 2010

PILIHAN

Hidup adalah pilihan.

Entah berapa sering kita mendengar ungkapan itu. Semua mungkin sudah tahu artinya, atau setidaknya merasa tahu. Tapi tak ada seorang pun yang berani mempermasalahkan ungkapan itu, sehingga kebenaran mutlak seakan menjadi nilai darinya.

Ya, hidup memang segala sesuatu yang berhubungan dengan pilihan. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan, tahun yang kita lalui, semua adalah akibat dari satu pilihan demi pilihan, yang kita ambil secara sadar ataupun tidak, dalam hidup kita. Setiap pilihan punya latar belakang berbeda, akibat berbeda, dan mungkin efek samping yang berbeda. Terkecuali soal sebab, ada begitu banyak variabel yang menentukan akibat dan efek samping, dari setiap pilihan yang kita ambil. Dan suka atau tidak, kita, dan hanya masing-masing kita lah, yang harus bertanggung jawab atas segala pilihan yang kita ambil itu.

Dalam hidup saya, pilihan terbesar yang pernah saya ambil sudah hampir pasti adalah soal pekerjaan, dan istri. Keduanya tidak saling berhubungan, tidak saling menimbulkan sebab akibat. Tapi pastinya, inilah saya hari ini, sebagai akibat dari 2 pilihan besar yang saya ambil bertahun-tahun lalu itu.

Delapan tahun lalu, saya memilih berkarir sebagai seorang jurnalis, bukan sebagai pegawai salah satu bank swasta terbesar di negeri ini. Dan enam tahun lalu, saya juga memutuskan untuk memilih seorang perempuan yang begitu nyaris sempurna dima saya, bernama Alsi Nur’Khalisah, sebagai istri saya.

Kedua pilihan itulah yang kemudian menjadi penentu kehidupan yang saya nikmati kini. Tak pernah sedetik pun terlintas untuk menyesali dua pilihan besar yang telah saya ambil itu. Ya, MENGAPA SAYA HARUS MENYESAL ??? Pilihan diambil bukan untuk kemudian kita sesali. Pilihan, kita ambil karena itu adalah keharusan. Jaminan apa, sekali lagi, JAMINAN APA, yang bisa dijadikan pertaruhan, bahwa kita tidak akan menyesal bila kita mengampil pilihan lain yang tersedia di depan mata kita ? 

Dan saya memilih menghabiskan waktu saya bersama keluarga, di luar waktu kerja saya. Itu pilihan saya, bukan pilihan anda atau siapa pun ! Jadi tolong, jangan pertanyakan mengapa saya memilih itu. Silahkan pertanyakan pilihan anda sendiri.


bekasi, duapuluhlima ketujuh di duaribusepuluh, 11.30


Bayu Adhiwarsono©

Jumat, 04 Juni 2010

MALAS KATA

Adu kata dimana-mana
Penuh arti penuh maki
Hingga kami
Muak dan
Mulas

Adu kata dimana-mana
Tak tentu semua yang terucap
Miris terkadang
Hingga kami
Tercukupkan darinya
Mulas

Kami ?
Ah, mungkin terlalu berlebihan
Mungkin hanya aku


Bekasi, empat keenam di duaribusepuluh, 09.15

Bayu Adhiwarsono©

Minggu, 23 Mei 2010

TERASA, SETIDAKNYA BEGITU...

ternyata berkata-kata jauh lebih mudah
atau setidaknya terasa demikian
daripada bertulis-tulis

dengan kata,

sekelumit mimpi atau cita
demikian mengalir
tanpa henti
seperti banjir yang kulihat di layar kaca
sore kemarin
hanyutkan nyawa
hancurkan jiwa dan
rebut semua yang bisa direbut ataupun
tidak

tapi duka jadi padang kering
kala jari mulai menanam benihnya
menanti cerita
yang seringkali
atau lagi-lagi,
terasa tak lebih menyiksa
dari
pelantunan tulis yang
ku mau

duh....kemana arti pergi sejak lama ?
sampaikan rindu ini,
malam


bekasi, duapuluhtiga kelima di duaribusepuluh, 01.15

Bayu Adhiwarsono©

CEGUKAN KALAP

ketika terbaring adalah senyap
mimpi bukan lantas merayap
memilih berselimut gelap

yang dinanti adalah lelap

bekasi, duapuluhtiga kelima di duaribusepuluh, 01.00


Bayu Adhiwarsono©

Sabtu, 20 Februari 2010

BIAR KU REBUT SENDIRI

aku tak butuh kau
kau dan mereka
mengerubuti apa yang ada
lalu pasti
aku tak butuh kau

muak aku pada kau
mereka dan tentu
dia
hingga muntah kata

biar ku rebut sendiri
untuk hancur
terlantar

sesekali
aku memang tak butuh
apapun karena aku mau

jakarta, duapuluh kedua di duaribusepuluh

Bayu Adhiwarsono©

Minggu, 14 Februari 2010

SERIBU TAHUN LALU




aku yakin aku telah terhapus
juga kau, anakku
terkalahkan waktu
terhempaskan jaman
kembali menjadi awal yang tiada
setidaknya bagi mereka yang masih bertarung

tapi sesuatu yang menyekat leherku masih membekas

ingatkah
ketika kau tenggelam di dadaku
hingga detak jadi seirama
lalu kita pun lalui malam, lelap

ingatkah
ketika mimpimu menyambut aku
dan pejam matamu lenyapkan gundah
lalu aku yang memilih tenggelam di dadamu

aku tak pernah ada untuk mu, anakku
tapi kau seperti tak pernah peduli

aku hanya mendorongmu keras
hingga kau seringkali kesepian
tapi kau seperti tak pernah peduli

bagi mu
aku adalah aku
separuh bayangmu yang begitu kau banggakan

bagimu
kau adalah aku
tanpa peduli aku tak pernah ada untuk mu

dan sesuatu yang menyekat leherku masih membekas
menyisakan rindu


bekasi, tigabelas kedua di duaribusepuluh, 09.00



Bayu Adhiwarsono©

Jumat, 05 Februari 2010

ULANG TAHUN

perintah sudah terlontar
demi satu cita dan mimpi
walau tanpa satu pun arah
tapi perintah adalah titah
tak pernah peduli pada apapun
kecuali cita dan mimpi

perintah sudah terlontar
ketika Sang Jenderal berteriak semangat dan
acungkan pedang komando
coba bangunkan prajurit
yang terlelap dibuai mimpi saja

'pasukan musuh sudah dekat!'
teriak pasukan pengintai
'batalyon mana yang harus menghadang?'
kapten bertanya
'kerahkan semua, tapi ingat biarkan batalyon pemanah berlibur dulu !'
Sang Jenderal menjawab dengan gagah berani

sembari kebingungan


jakarta, empat kedua di duaribusepuluh, 17.00

Bayu Adhiwarsono©

Selasa, 19 Januari 2010

MENDUNG

awal nafas sudah berlalu lama
tak ada lagi riuh terompet dan
gaduh sorak kala warsa berganti

tapi pagi belum juga tiba
mendung masih betah menyelimuti
malaikat-alaikat yang terlelap
menanti

dan aku membeku
di pusaran waktu yang tak beranjak

jakarta, sembilanbelas pertama di duaribusepuluh, 06.35
*inspired by: Jakarta Pagi Ini, by Slank.

Bayu Adhiwarsono©