jangan menangis di bahuku kini hingga nanti tak pernah
air matamu itu yang tenggelamkan angkuh pengembara durjana ini
bawa jauh gundahmu dan muntahkan di ujung samudera sana
dimana tatap ketulusan tak pastikan hati yang merindumu
biar kurengkuh, kucumbu,kugauli pedihku sendiri
dan kau bukan untukku kau bilang!
jangan bakar sepi ku dengan kerling meracun matamu
senyum itu jua kemarin memangkas asaku habis tak sisa
kumaki, kuserapahi, kusumpahi, kukutuk hina cinta ini untukmu saja
kau yang tuli atau aku tak menduga untuk berbisik sekadar berbisik
lalu siapa yang jalang?
jangan membelai angin di wajahku dalam lentik jemari menipu
taringmu itu...taring itu mengorek luka bekaskan borok merelung
dan ku kan menari bersama lalat iringi kidung kegelapan
na na na...ni ni ni...indahnya mati tanpamu
jangan bicara tulus rasaku di balutan iba mu
bibirmu tak sehina itu walau kulumat malam tadi di mimpiku
bukan kau tak menahu kenistaan hasrat kasih
aku...aku...aku yang terpenggal nurani terseret pesona
jakarta, duapuluhtujuh ketiga di duaributiga, 09.15
Bayu Adhiwarsono ©
*Tulisan ini di-publish oleh Bayu Adhiwarsono,
dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta*
Kamis, 27 Maret 2003
INDAHNYA MATI TANPAMU
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
09.16.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Gerundelan,
Puisi Aja,
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Kamis, 20 Maret 2003
AKU, KERINDUAN, DAN REMBULAN
ada rasa yang perlahan datang membuka tabir malam yang sempurna
sedikit berdebar, sedikit gatal, sedikit membingungkan
lalu ku bertanya pada rembulan yang penuh,
tidak teriak, hanya berbisik sayup sekali...
"lan, rembulan,...rasa apa ini namanya?"
tidak terdengar jawaban...
"rembulan! rasa apa ini namanya?"
bisik itu ku keraskan sedikit,
tidak juga terdengar jawaban...
"hai bulan! dengarkah kau,......rasa apa ini namanya?"
kini ku teriak
ternyata rembulan tengah dirundung tuli malam ini,
justru rasa itu yang perkenalkan dirinya sendiri....
"kau tanyakan apa aku ini?,
aku ini kerinduan yang datang mengusik sepi mu,
dan seperti yang telah lalu, aku datang tanpa permisi,
terkadang, bahkan mungkin seringkali ku goreskan luka,
namun sesekali rasaku semanis madu berselimut gula-gula,
aku lah Kerinduan...!"
dan ku pun terdiam, lalu ku bertanya lagi,
tak berbisik apalagi teriak, cukup di hatiku saja,
"siapa titahkan kau datang? pergi jauh!, malam ini ku ingin satu...
mencumbu rembulan yang tuli, bukan diusik kerinduan!"
jakarta, duapuluh ketiga di duaributiga, 02.45
Bayu Adhiwarsono ©
*Tulisan ini di-publish oleh Bayu Adhiwarsono,
dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta*
sedikit berdebar, sedikit gatal, sedikit membingungkan
lalu ku bertanya pada rembulan yang penuh,
tidak teriak, hanya berbisik sayup sekali...
"lan, rembulan,...rasa apa ini namanya?"
tidak terdengar jawaban...
"rembulan! rasa apa ini namanya?"
bisik itu ku keraskan sedikit,
tidak juga terdengar jawaban...
"hai bulan! dengarkah kau,......rasa apa ini namanya?"
kini ku teriak
ternyata rembulan tengah dirundung tuli malam ini,
justru rasa itu yang perkenalkan dirinya sendiri....
"kau tanyakan apa aku ini?,
aku ini kerinduan yang datang mengusik sepi mu,
dan seperti yang telah lalu, aku datang tanpa permisi,
terkadang, bahkan mungkin seringkali ku goreskan luka,
namun sesekali rasaku semanis madu berselimut gula-gula,
aku lah Kerinduan...!"
dan ku pun terdiam, lalu ku bertanya lagi,
tak berbisik apalagi teriak, cukup di hatiku saja,
"siapa titahkan kau datang? pergi jauh!, malam ini ku ingin satu...
mencumbu rembulan yang tuli, bukan diusik kerinduan!"
jakarta, duapuluh ketiga di duaributiga, 02.45
Bayu Adhiwarsono ©
*Tulisan ini di-publish oleh Bayu Adhiwarsono,
dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta*
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
02.45.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Selasa, 18 Maret 2003
KAU ADA
kau ada…
dengan kesempurnaanmu hiasi semesta
menari di ujung kaki cintamu
menghentak terlenakan irama yang bukan untukku
lalu terlelap kala jemarimu bekukan ku terpesona
kau ada…
sungguh kau ada di hatiku
menghantar mimpiku tanpa yang lainnya
gelap, sepi, hanya terlukis indahmu
aduh engkau, aku merindu
kau ada…
kudustai seperti yang kau mau
tidak, bukan kau, kau tak ada
pergi jauh dari cintaku
itu memang yang terbaik
kau ada…
namun kau ada
hanya di mimpiku yang itu pun harus terhapuskan
apa lagi yang kupunya kini dan nanti
jika mimpi pun kau rengkuh dari asaku
jakarta, delapanbelas ketiga di duaributiga, 15.05
Bayu Adhiwarsono©
dengan kesempurnaanmu hiasi semesta
menari di ujung kaki cintamu
menghentak terlenakan irama yang bukan untukku
lalu terlelap kala jemarimu bekukan ku terpesona
kau ada…
sungguh kau ada di hatiku
menghantar mimpiku tanpa yang lainnya
gelap, sepi, hanya terlukis indahmu
aduh engkau, aku merindu
kau ada…
kudustai seperti yang kau mau
tidak, bukan kau, kau tak ada
pergi jauh dari cintaku
itu memang yang terbaik
kau ada…
namun kau ada
hanya di mimpiku yang itu pun harus terhapuskan
apa lagi yang kupunya kini dan nanti
jika mimpi pun kau rengkuh dari asaku
jakarta, delapanbelas ketiga di duaributiga, 15.05
Bayu Adhiwarsono©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
18.27.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
BERSENGGAMA DENGAN MIMPI
aku tak mampu bertanya
pada sunyi malam kala fajar mulai mengintip celah hari
apakah memang rasa ini harus kupendam
dan kukunci rapat dalam peti pedih hati
wahai bidadari berjuta masa
aku juga tak mampu berhenti mencintaimu
bak mentari selalu terangi hari
walau terkadang angkasa terselimuti kelabu
namun kau tahu pasti itu ada tersembunyi
wahai pelangi berlaksa warna
lalu apa guna hati ini terciptakan
bila keraguan senantiasa menyelinap
mengusik segala asa di khayalan
menyisakan gundah dan amarah yang cuman hanya saja
bergolak tanpa terperikan
hingga kapan ini berakhir,
esok, lusa, warsa nanti, atau memang tak akan pernah jua
jika kasih dan kerinduan untukmu cuman hanya saja
menggeliat, gerogoti sepi ku, hempaskan kepastian
menawarkan keindahan yang mungkin semu
jakarta, delapanbelas ketiga di duaributiga, 05.05
Bayu Adhiwarsono©
pada sunyi malam kala fajar mulai mengintip celah hari
apakah memang rasa ini harus kupendam
dan kukunci rapat dalam peti pedih hati
wahai bidadari berjuta masa
aku juga tak mampu berhenti mencintaimu
bak mentari selalu terangi hari
walau terkadang angkasa terselimuti kelabu
namun kau tahu pasti itu ada tersembunyi
wahai pelangi berlaksa warna
lalu apa guna hati ini terciptakan
bila keraguan senantiasa menyelinap
mengusik segala asa di khayalan
menyisakan gundah dan amarah yang cuman hanya saja
bergolak tanpa terperikan
hingga kapan ini berakhir,
esok, lusa, warsa nanti, atau memang tak akan pernah jua
jika kasih dan kerinduan untukmu cuman hanya saja
menggeliat, gerogoti sepi ku, hempaskan kepastian
menawarkan keindahan yang mungkin semu
jakarta, delapanbelas ketiga di duaributiga, 05.05
Bayu Adhiwarsono©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
18.25.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Aja
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Minggu, 16 Maret 2003
ELEGI DUKA
menatap kelembutan di indah parasmu
sejukkan tatapku yang dambakan warna kesempurnaan
sekejap kerling matamu singgahkan embun damai
dan lukisan senyum di bibirmu menggoreskan surgawi
yang hanya di mimpiku saja
sayup bisikanmu teduhkan amarahku
seperti tawamu yang lantunkan tawa menggema
lalu harus dengan apa lagi kuakui pesonamu…
saat itu memang ada terciptakan
walau untuk di khayalku saja
tidakkah kau tahu silau mentari yang terangi hari
sepasti cintaku yang hanya untukmu
namun takkan pernah ada yang cukup dariku
tidak kerinduanku sepenuh hati
juga ketulusan kasih yang dalam terukirkan
apa lagi yang harus kujejakkan di asa ini
kala tak ada lagi jendela hatimu yang terbuka
hanya untuk ijinkan singgah hatiku
dan kugenggam jua semuanya kini
dalam kebekuan hasrat tanpa kasihmu
jakarta, enambelas ketiga di duaributiga, 16.40
Bayu Adhiwarsono©
sejukkan tatapku yang dambakan warna kesempurnaan
sekejap kerling matamu singgahkan embun damai
dan lukisan senyum di bibirmu menggoreskan surgawi
yang hanya di mimpiku saja
sayup bisikanmu teduhkan amarahku
seperti tawamu yang lantunkan tawa menggema
lalu harus dengan apa lagi kuakui pesonamu…
saat itu memang ada terciptakan
walau untuk di khayalku saja
tidakkah kau tahu silau mentari yang terangi hari
sepasti cintaku yang hanya untukmu
namun takkan pernah ada yang cukup dariku
tidak kerinduanku sepenuh hati
juga ketulusan kasih yang dalam terukirkan
apa lagi yang harus kujejakkan di asa ini
kala tak ada lagi jendela hatimu yang terbuka
hanya untuk ijinkan singgah hatiku
dan kugenggam jua semuanya kini
dalam kebekuan hasrat tanpa kasihmu
jakarta, enambelas ketiga di duaributiga, 16.40
Bayu Adhiwarsono©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
18.23.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Rabu, 12 Maret 2003
KUINGKARI
haruskan kuingkari terbitnya mentari di ufuk timur
seperti kuingkari cintaku yang hanya untukmu
haruskah kudustai hadirnya bintang dan rembulan di malamku
seperti kudustai kasihku padamu utuh
haruskah kupalingkan wajahku dari embun pagi terwujud
seperti kau palingkan mimpiku jauh darimu
lalu untuk apa terciptakan ketulusan
atau memang itu hanya kesemuan lain yang angkuh
saat kepalsuan kini jadi yang terindah
untuk hanya sekedar terucapkan
dan kucampakkan jua nurani terberaikan
kan kujejakkan langkah di bentangan yang tak pasti
menggapai bayangan mimpi dibalik tangis
yang harus kupendam jua pasti
demi hadirnya lagi pelangimu di hari ku
cairkan kesunyian yang lama membeku
biar kuingkari cintaku yang hanya untukmu
biar kudustai kasihku padamu utuh
jakarta, duabelas ketiga di duaributiga, 20.30
Bayu Adhiwarsono©
seperti kuingkari cintaku yang hanya untukmu
haruskah kudustai hadirnya bintang dan rembulan di malamku
seperti kudustai kasihku padamu utuh
haruskah kupalingkan wajahku dari embun pagi terwujud
seperti kau palingkan mimpiku jauh darimu
lalu untuk apa terciptakan ketulusan
atau memang itu hanya kesemuan lain yang angkuh
saat kepalsuan kini jadi yang terindah
untuk hanya sekedar terucapkan
dan kucampakkan jua nurani terberaikan
kan kujejakkan langkah di bentangan yang tak pasti
menggapai bayangan mimpi dibalik tangis
yang harus kupendam jua pasti
demi hadirnya lagi pelangimu di hari ku
cairkan kesunyian yang lama membeku
biar kuingkari cintaku yang hanya untukmu
biar kudustai kasihku padamu utuh
jakarta, duabelas ketiga di duaributiga, 20.30
Bayu Adhiwarsono©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
20.30.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Senin, 10 Maret 2003
CINTA, KATANYA
cinta adalah memberi,
tanpa memimpikan balasan
itulah mengapa,
cinta selalu berakhir dengan air mata
karena seperti juga cinta,
air mata selalu mengalir keluar
lalu manakah yang terindah
sepi selamanya tanpa tahu arti cinta
untuk kemudian kehilangan pun tak pernah kan singgah
atau hidup terselimutkan cinta
dan rasakan rindu saat semuanya lenyap
haruskah kututup pintu hati
tak biarkan cinta lukis tinta penuh asa
saat kutahu akhirnya air mata jua
yang hiasi kepedihan nurani
jakarta, sepuluh ketiga di duaributiga, 01.30
Bayu Adhiwarsono ©
tanpa memimpikan balasan
itulah mengapa,
cinta selalu berakhir dengan air mata
karena seperti juga cinta,
air mata selalu mengalir keluar
lalu manakah yang terindah
sepi selamanya tanpa tahu arti cinta
untuk kemudian kehilangan pun tak pernah kan singgah
atau hidup terselimutkan cinta
dan rasakan rindu saat semuanya lenyap
haruskah kututup pintu hati
tak biarkan cinta lukis tinta penuh asa
saat kutahu akhirnya air mata jua
yang hiasi kepedihan nurani
jakarta, sepuluh ketiga di duaributiga, 01.30
Bayu Adhiwarsono ©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
17.38.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
RONGGA
rongga sepi itu ada
tercipta tanpa pintu dan jendela
namun mengapa ku terhisap kedalamnya
menggeliat hempaskan amarah
saat bernafas pun ku terseret tenggelam
melolong teriakkan namamu
walau dirimu justru berlari menjauh
tinggalkan jejak langkah yang membeku
dan ku pun semakin terbelenggu
diikat temali kehampaan sungguh
akankah ku bangkit kini
dari sepi yang tanpa arti
tanpa cinta yang terperikan
kala asa pun terkungkung kepalsuan
jakarta, sepuluh ketiga di duaributiga, 12.10
tercipta tanpa pintu dan jendela
namun mengapa ku terhisap kedalamnya
menggeliat hempaskan amarah
saat bernafas pun ku terseret tenggelam
melolong teriakkan namamu
walau dirimu justru berlari menjauh
tinggalkan jejak langkah yang membeku
dan ku pun semakin terbelenggu
diikat temali kehampaan sungguh
akankah ku bangkit kini
dari sepi yang tanpa arti
tanpa cinta yang terperikan
kala asa pun terkungkung kepalsuan
jakarta, sepuluh ketiga di duaributiga, 12.10
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
12.11.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Sabtu, 01 Maret 2003
AKU, KINI NANTI ESOK LUSA MATI
datang
tawa
pedih
pergi
kosong
luka, selimut malam ku
sendiri, kidung merdu ku
hampa, pelita gelap ku
sia-sia, penuntun langkah ku
keindahan,
mimpi,
yang kau hancurkan jua demi aku yang melata
kaubilang kita bukan untuk kita
jakarta, satu ketiga di duaributiga, 17.30
Bayu Adhiwarsono ©
tawa
pedih
pergi
kosong
luka, selimut malam ku
sendiri, kidung merdu ku
hampa, pelita gelap ku
sia-sia, penuntun langkah ku
keindahan,
mimpi,
yang kau hancurkan jua demi aku yang melata
kaubilang kita bukan untuk kita
jakarta, satu ketiga di duaributiga, 17.30
Bayu Adhiwarsono ©
Dipublikasikan di Blog ini oleh
Bayu "Ube" Adhiwarsono
kala waktu menjejak di angka
17.37.00
Tidak ada komentar:
Masuk ke dalam arsip
Puisi Cinta
Suami yang bahagia dari Alsi Nur’Khalisah, S.Psi.,
Abi yang bangga dari Muhammad Hideyoshi ‘Abdul ‘Aziz Adhiwarsono dan Umar Chiaro Benzema Adhiwarsono
Langganan:
Postingan (Atom)