Pagi itu mentari malas sekali untuk hanya sekedar menggeliat.
Namun kau hadir , tersenyum, dan jadi mentari baruku menawarkan cinta.
Lalu kau berbisik di telingaku, "maukah mengarungi samudera kasih berperahukan rindu berlayarkan keabadian berdayungkan cita menuju mata angin kebahagiaan, berdua saja".
"Mau...mau...", aku melonjak-lonjak girang
Namun kau merajuk, "kita tak bisa mengarungi samudera tanpa pelabuhan tempat perahu kita berangkat, buatlah satu saja", ujarmu
Kubilang, "tidak kah kau lihat pesisir pantai di tepian sana, kita bangun satu mulai sekarang"
Namun kau merajuk lagi, sembari mencumbuku, menggauliku, dan mengusik birahiku, "aku tunggu disini sayang, kau buatlah sendir"i, nyanyimu
Ah...bibirmu itu,
matamu itu,
kecupanmu itu
lenakan ku
Dan ku pun tersihir seperti yang kumau
"Tunggulah satu masa berganti disini, kan kupersembahkan semesta untukmu"
Tok...tok...tok...gubrak...gubrak...gubrak...selesai juga, pelabuhan, perahu, layar, dan dayung itu untuk kita
"Sayang, ayo kita berlayar malam ini", teriakku
Kulihat kau tak menyahut, hanya tertawa riang dan berlari menghampiriku
Di sisiku kau terdiam sejenak, "perahu itu terlalu kecil untuk kita, kau disini saja dulu menghitung mentari tenggelam, membilang belahan ombak, ku kan berlayar sendiri saja", manjamu
Dan kau menghilang tanpa kembali, tanpa selamat tinggal, hanya berbisik, "O ya, namaku Kepalsuan, namamu siapa ?".
Namun kau hadir , tersenyum, dan jadi mentari baruku menawarkan cinta.
Lalu kau berbisik di telingaku, "maukah mengarungi samudera kasih berperahukan rindu berlayarkan keabadian berdayungkan cita menuju mata angin kebahagiaan, berdua saja".
"Mau...mau...", aku melonjak-lonjak girang
Namun kau merajuk, "kita tak bisa mengarungi samudera tanpa pelabuhan tempat perahu kita berangkat, buatlah satu saja", ujarmu
Kubilang, "tidak kah kau lihat pesisir pantai di tepian sana, kita bangun satu mulai sekarang"
Namun kau merajuk lagi, sembari mencumbuku, menggauliku, dan mengusik birahiku, "aku tunggu disini sayang, kau buatlah sendir"i, nyanyimu
Ah...bibirmu itu,
matamu itu,
kecupanmu itu
lenakan ku
Dan ku pun tersihir seperti yang kumau
"Tunggulah satu masa berganti disini, kan kupersembahkan semesta untukmu"
Tok...tok...tok...gubrak...gubrak...gubrak...selesai juga, pelabuhan, perahu, layar, dan dayung itu untuk kita
"Sayang, ayo kita berlayar malam ini", teriakku
Kulihat kau tak menyahut, hanya tertawa riang dan berlari menghampiriku
Di sisiku kau terdiam sejenak, "perahu itu terlalu kecil untuk kita, kau disini saja dulu menghitung mentari tenggelam, membilang belahan ombak, ku kan berlayar sendiri saja", manjamu
Dan kau menghilang tanpa kembali, tanpa selamat tinggal, hanya berbisik, "O ya, namaku Kepalsuan, namamu siapa ?".
duh pak! ati2 ah kalo mo ngaku2 karya orang. loe sendiri ngaca donk, itu puisi hasil karya siapa??? enak aja loe maen ngaku!
BalasHapusga tau malu banget sih loe, udh plagiat, ga ngaku, eh malah berani2 nuduh gw lagi.
nyadar donk......!!!!!!!!
ini puisi saya yang tulis, pernah terbit di Antologi Puisi "Dian Sastro fof President #2" beberapa tahun lalu. Puisi ini memang baru saya publish di blog ini, tapi saya sudah menulisnya di cybersastra.net beberapa tahun lalu.
BalasHapusAnda siapa, memaki tanpa meninggalkan identitas ????
Belajar agak jantan sedikit, bung !
bahkan,
BalasHapusrekan saya pernah copy paste dengan mencantumkan nama saya sejak tahun 2003 !!!!!!!!!
silahkan cek di http://sun-k155.blog.friendster.com/2005/08/namaku-kepalsuan/
akhirnya saya temukan. saya pertama kali menulis puisi oni di:
BalasHapushttp://groups.yahoo.com/group/penyair/message/57249
pasti sekarang anda tak lagi bisa memaki !